Saturday, November 15, 2008

MR. JUDGE

Ahad (10/11) kemarin, ketiga terpidana mati kasus bom Bali I, Amrozi cs, akhirnya dieksekusi. Hampir seluruh media, baik itu cetak maupun elektronik, seharian berlomba-lomba mengabarkan berita ini. Banyak orang bernafas lega. Namun banyak juga orang yang mengecam kejadian ini. Pada akhirnya hampir setiap orang terbentur pada kesimpulan akhir yang mengecap Amrozi cs sebagai syuhada atau sebagai teroris. Bahkan MUI ikut-ikutan mengeluarkan fatwa bahwa Amrozi cs bukanlah syuhada. Sebenarnya siapa kita sehingga dapat men-judge seseorang sebagai teroris atau syuhada. Bukanlah hak kita untuk mengatakan bahwa seseorang itu baik atau jahat. Bukan apa-apa, karena setiap orang memiliki jalan pikiran masing-masing, jadi mungkin saja definisi teroris atau syuhada untuk setiap orang akan berbeda-beda. Manusia dibekali akal yang sama oleh Tuhan. Namun, dalam perkembangannya seseorang boleh memilih jalan pikirannya masing-masing. Mungkin si anu benar dengan mengatakan bahwa Amrozi cs adalah syuhada karena si anu memiliki pengetahuan yang telah sampai pada titik yang dapat meyimpulkannya demikian. Namun berbeda dengan si anu yang lain yang sangat yakin bahwa Amrozi cs adalah para teroris karena memang dasar pengetahuan yang dimilikinya mengatakan demikian. Intinya, setiap orang memiliki kesimpulan yang berbeda-beda tergantung sampai dimana tingkatan pengetahuannya. Contoh gampangnya, pengetahuan yang dimiliki seorang pejabat pemerintah sangat jauh berbeda dengan pengetahuan yang dimiliki seorang tukang ojek yang Cuma lulusan SD tentang kenaikan harga BBM. Mungkin pejabat pemerintah itu menganggap keputusan menaikkan harga BBM oleh pemerintah sudah benar demi menyelamatkan defisit negara akan tetapi dalam pikiran seorang tukang ojek tindakan tersebut dianggap salah dan menyengsarakan rakyat. Sangat susah sekali untuk mengharapkan titik temu pada kedua orang ini karena mereka telah mendasarkan pengetahuannya pada titik yang berbeda. Maka tidaklah pantas seseorang mengeluarkan statement judgement yang justru malah mengkotak-kotakkan seseorang. Kita percaya Tuhan, kan? Biarlah Tuhan yang membalas semua perbuatan mereka tanpa perlu kita beradu otot menentukan sebuah konsepsi benar dan salah.